GRASI
Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, salah satu penerima grasi presiden Jokowi.
Waktu kuliah penitensier dulu dapat tugas cari pengertian grasi, semoga tugas ini bisa bermanfaat yah buat yang baca. :)
Waktu kuliah penitensier dulu dapat tugas cari pengertian grasi, semoga tugas ini bisa bermanfaat yah buat yang baca. :)
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Grasi
telah dikenal dan dipraktekkan oleh para kaisar atau raja pada masa monarki
absolut, seperti misalnya pada zaman Yunani dan Romawi serta pada abad pertengahan
di Eropa dan Asia. Kaisar atau Raja diangggap sebagai sumber dari segala
kekuasaan termasuk di dalam kekuasaan bidan peradilan. Sedangkan dewasa ini
pemberian grasi oleh Kepala Negara juga masih dipraktekkan oleh banyak negara.
Hal itu diberikan pada saat-saat tertentu, dengan cara memberikan remisi
(pengurangan hukuman) kepada sebagian narapidana yang sedang menjalani hukuman.
Demikian
juga halnya di Indonesia, setiap tanggal 17 Agustus Kepala Negara memberikan
remisi kepada narapidana tertentu yang menunjukkan kelakukan yang baik. Remisi
itu diberikan sebagai tanda kegembiraan atas kemerdekaan yang dicapai pada
tanggal dan bulan tersebut dan agar para narapidana ikut merasakan kegembiraan
pada saat yang bersejarah.
Tujuan
pemberian grasi dalam bentuk pemberian remisi ini adalah untuk kepentingan para
terhukum sendiri, karena telah menunjukan kelakuan yang baik sewaktu menjalani
hukuman, disamping itu tujuannya adalah kepentingan negara dimana para terhukum
tersebut akan lebih cepat kembali ke masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan
lembaga Pemasyarakatan itu sendiri. Disamping kedua bentuk pemberian grasi di
atas, pada era ini banyak ditemukan perkara-perkara yang telah diputuskan oleh
pengadilan untuk dimohonkan grasi kepada Presiden.
Pemberian
grasi pada zaman dahulu adalah atas insiatif dari kaisar, sedang dewasa ini
inisiatifnya datang dari pihak terhukum sendiri yaitu dengan jalan permohonan
kepada Kepala Negara, dimana pada masa dahulu sifat pemberiannya adalah sebagai
hadiah atau anugerah berdasarkan kemurahan hati kaisar atau raja secara
pribadi, sehingga yang memperoleh grasi tersebut berhak untuk menolaknya.
Maka
untuk membahas lebih lanjut mengenai Grasi penulis kemudian membahasnya melalui
makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan Grasi?
2.
Bagaimana bentuk,
prinsip, serta proses dalam pengajuan Grasi?
3.
Apa dasar hukum dari Grasi?
C.
Kegunaan
Makalah
Diharapkan makalah ini memiliki kegunaan dalam
memberikan penjelasan bagi pembaca juga para terpidana mengenai hak pemberian
Grasi kepada terpidana.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
GRASI
Grasi adalah
pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan
pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden.[1]
Terpidana sendiri dapat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden terhadap
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, selain itu dalam
pasal 6 undang-undang grasi, permohonan grasi dapat diberikan oleh:
1. Terpidana
atau kuasa hukumnya
2. Keluarga
terpidana dengan persetujuan terpidana, dan
3. Dalam
hal terpidana dijatuhi pidana mati, permohonan grasi dapat diajukan oleh keluarga
terpidana tanpa persetujuan terpidana.
Prof Pompe menyebutkan sejumlah keadaan yang dapat
dipakai sebagai alasan untuk memberikan grasi sebagai berikut:
- Adanya
kekurangan di dalam peraturan
perundang-undangan, yang di dalam suatu peradilan telah menyebabkan hakim
terpaksa menjatuhkan suatu pidana tertentu, yang apabila kepada hakim itu
telah diberikan suatu kebebasan yang lebih besar, akan menyebabkan
seseorang harus dibebaskan atau tidak akan diadili oleh pengadilan atau
harus dijatuhi suatu pidana yang lebih ringan.
- Adanya
keadaan-keadaan yang tidak ikut diperhitungkan oleh hakim pada waktu
menjatuhkan pidana, yang sebenarnya perlu diperhitungkan untuk meniadakan
pidana yang telah ia jatuhkan. Misalnya, terpidana yang sedang sakit atau
terpidana yang tidak mampu untuk membayar pidana denda yang telah
dijatuhkan oleh hakim.
- Terpidana
baru saja dilepaskan dari Lembaga Pemasyarakatan
- Terpidana
telah selesai melakukan masa
percobaan
- Pemberian
grasi yang dikaitkan dengan hari besar yang bersejarah.
B.
BENTUK
- BENTUK GRASI
Menurut ilmu pengetahuan hukum pidana, dan secara
kebetulan juga menurut hukum yang berlaku di negara kita, orang mengenal empat
bentuk grasi [2],
yaitu:
1. Grasi
(dalam arti sempit), yakni peniadaan dari pidana yang telah dijatuhkan oleh
hakim, yang telah mempunyai suatu kekuatan hukum yang tetap.
2. Amnesti,
yakni suatu pernyataan secara umum tentang ditiadakannya semua akibat hukum
menurut hukum pidana dari suatu tindak pidana atau dari suatu jenis tindak
pidana tertentu bagi semua orang, yang mungkin saja terlibat di dalam tindak
pidana tersebut, baik yang telah dijatuhi pidana maupun yang belum dijatuhi
pidana oleh hakim, baik yang sudah
dituntut maupun yang belum dituntut oleh penuntut umum, baik yang sedang
disidik maupun yang belum disidik oleh penyidik dan baik yang diketahui maupun
yang tidak diketahui oleh kekuasaan yang sah
3. Abolisi,
yakni peniadaan dari hak untuk melakukan penuntutan menurut hukum pidana atau
penghentian dari penuntutan menurut hukum pidana yang telah dilakukan; dan
4. Rehabilitasi,
yakni pengembalia kewenangan hukum dari seseorang yang telah hilang berdasarkan
suatu putusan hakim ataupun berdasarkan suatu putusan hakim yang sifatnya
khusus.
C.
PRINSIP
DALAM MENGAJUKAN DAN MENYELESAIKAN PERMOHONAN GRASI
1. Grasi
merupakan hak prerogatif Presiden yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memberikan ampunan kepada seorang
terpidana. Pemberian grasi bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan
dan tidak terkait dengan penilaian terhadap putusan hakim, meskipun pemberian
grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapuskanm kewajiban
menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan tidak berarti menghilangkan
kesalahan atau merehabilitasi terpidana.
2. Permohonan
grasi kepada Presiden merupakan hak terpidana yang dijamin oleh undang-undang
untuk memperoleh ampunan Presiden yang dapat berupa :
·
peringanan atau
perubahan jenis pidana;
·
pengurangan jumlah pidana; atau
·
penghapusan pelaksanaan
pidana.
3. Saat
pengajuan permohonan grasi dilakukan sejak putusan pegadilan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian akan status
dan kesalahan yang melatarbelakangi seseorang mengajukan grasi.
4. Permohonan
grasi diajukan secara tertulis oleh pemohonkepada Presiden dan salinannya
disampaikan kepadapengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertamauntuk
diteruskan kepada Mahkamah Agung. Hal inidimaksudkan untuk mempercepat proses
penyelesaian permohonan grasi.
5. Permohonan
grasi hanya dapat diajukan oleh :
·
terpidana;
·
kuasa hukum terpidana;
·
keluarga terpidana;
·
Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia; dan
·
Kepala pengadilan yang
memutus perkara pada tingkat pertama.
Pemberian hak pengajuan grasi kepada Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia dan Kepala pengadilan yang memutus perkara pada tingkat
pertama merupakan langkah antisipasi dari kemunginan terpidana mati atau kuasa
hukunya atau keluarga terpidana mati tidak mengajukan grasi. Hal ini sebagai
upaya negara dalam pemenuhan hak terpidana yang secara kodrati diakui sekalipun
telah dijatuhi hukuman mati.
6. Setelah
keputusan hakim memperoleh kekuatan hokum tetap pengajuan permohonan grasi
tidak dibatasi oleh waktu tertentu, kecuali terpidana yang diputus pidana mati
maka batas waktu pengajuan permohonan grasi adalah satu tahun terhitung sejak
putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di samping itu
kesempatan dalam mengajukan grasi dibatasi hanya satu kali. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi beban dalam penyelesaian permohonan grasi dan mencegah
terjadinya penyalahgunaan dalam permohonan grasi.
7. Presiden
memberikan atau menolak permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung. Sebagai upaya dalam meyelaraskan pengaturan mengenai grasi
dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
D.
DASAR
HUKUM PEMBERIAN GRASI
Sebelum tahun 2002, pemberian grasi didasarkan pada
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi (UU Permohonan
Grasi). Namun, setelah tahun 2002 pemberian grasi didasarkan pada Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi).
Ruang lingkup permohonan dan pemberian grasi menurut
UU Permohonan Grasi yaitu semua putusan pengadilan sipil maupun pengadilan
militer yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan ruang lingkup permohonan
dan pemberian grasi menurut UU Grasi yaitu terhadap semua putusan pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan tersebut adalah pidana mati,
penjara seumur hidup atau penjara paling rendah dua tahun.
E.
PROSEDUR
PENERIMAAN GRASI
Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi
adalah: Pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun. Permohonan grasi tidak dibatasi oleh tenggang waktu. Permohonan
grasi diajukan kepada Presiden melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara
pada tingkat pertama dan atau terakhir untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung.
Dalam hal permohonan grasi diajukan oleh Terpidana yang sedang menjalani
pidana, permohonan dan salinannya disampaikan melalui Kepala Lembaga
Pemasyarakatan, untuk diteruskan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang
memutus perkara tersebut dan paling lambat 7 ( tujuh ) hari sejak diterimanya
permohonan clan salinannya, berkas perkara Terpidana dikirim kepada Mahkamah
Agung.
Panitera wajib membuat Akta penerimaan Salinan
Permohonan Grasi, selanjutnya berkas perkara beserta permohonan grasi
dikirimkan kepada Mahkamah Agung. Apabila permohonan grasi tidak memenuhi
persyaratan, Panitera membuat Akta Penolakan Permohonan Grasi.
Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari
kerja sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi, Pengadilan Tingkat
Pertama mengirimkan salinan permohonan dan berkas perkara kepada Mahkamah
Agung. Salinan Keputusan Presiden yang diterima oleh Pengadilan yang memutus
perkara pada tingkat pertama, dicatat oleh Petugas dalam buku register induk,
dan diberitahukan oleh Panitera kepada Terpidana dengan membuat Akta
Pemberitahuan keputusan Grasi.
Berkas perkara yang diajukan kepada Presiden hams
dilengkapi dengan surat-surat sebagai berikut:
1.
Surat pengantar.
2.
Daftar isi berkas perkara.
3.
Akta berkekuatan hukum tetap.
4.
Permohonan grasi dan Akta Penerimaan Permohonan Grasi.
5.
Salinan Permohonan grasi dari Terpidana dan Akta penerimaan salinan permohonan
grasi.
6.
Surat kuasa dari terpidana untuk kuasanya atau surat persetujuan untuk keluarga
dari Terpidana (jika ada).
7.
Berita Acara Sidang.
8.
Putusan Pengadilan tingkat pertama.
9.
Putusan Pengadilan tingkat banding (jika ada).
10.
Putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi (jika ada).
11.
Surat dakwaan.
12.
Eksepsi, dan putusan sela (jika ada).
13.
Surat tuntutan.
14.
Pembelaan, Replik, Duplik (jika ada).
15.
Surat penetapan penunjukan Hakim.
16.
Surat penetapan hari sidang.
17.
Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan.
18.
Surat-surat lain yang berhubungan dengan berkas perkara.
Dalam
hal permohonan grasi diajukan dalam waktu bersamaan dengan permohonan
peninjauan kembali atau jangka waktu antara kedua permohonan tersebut tidak
terlalu lama, maka permohonan peninjauan kembali dikirim terlebih
dahulu.Permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kecuali dalam hal:
a.
Terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya dan telah lewat waktu 2 (dua)
tahun sejak tanggal penolakan grasinya.
b.
Terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati menjadi pidana penjara
seumur hidup dan telah lewat waktu 2 ( dua ) tahun sejak tanggal keputusan
pemberian grasi diterima.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Grasi adalah
pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan
pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden. Bentuk Grasi
sendiri adalah Grasi dalam artian sempit, Amnesti, Abolisti, seerta Rehabilitasi.
Dsar Hukumnya adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
B.
Saran
Pelaksanaan
Grasi kedepannya harus benar-benar ditegakkan dengan benar sehingga terpidana
dapat mendapatkan hak mereka untuk
mendapatkan grasi. Grasi juga harus diteiti terlebih dahulu dengan matang
kepada siapa akan diberikan.
Daftar Pustaka
P.A.F Lamintang,Hukum Penitensier Indonesia,2012, Parahonatama
Jaya: Jakarta
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002
tentang Grasi
Comments
Post a Comment